Batik yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia saat ini telah berkembang baik lokasi penyebarannya, teknologi dan disainnya. Semula batik hanya dikenal dilingkungan kraton di Jawa. Pada masa itu hanya dibuat dengan sistim tulis, sedangkan pewarna yang digunakan berasal dari alam baik tumbuh-tumbuhan maupun binatang. Macam warna yang digunakan terbatas pada warna soga dan nila (indigo).

Selanjutnya batik di Jawa berkembang sampai daerah-daerah lain seperti Banyumas, Tulungagung, Wonogiri, Tasikmalaya dan Garut. Batik juga berkembang ke daerah pesisir pantai utara seperti Jakarta, Indramayu, Cirebon, Pekalongan, lasem, Tuban, Gresik, Sidoardjo dan Madura. Didaerah pesisir pantai utara Jawa pembutan batik banyak  menggunakan bermacam-macam kombinasi warna seperti merah, hijau, kuning, ungu dan lainnya. Dalam hal motif, batik-batik Yogyakarta dan Surakarta sebagian besar menggunakan bentuk-bentuk geometris yang disusun dalam pola lereng, ceplok, semen dan lung-lungan sedangkan batik pesisiran diidapati pola buketan atau terang bulan dan pinggiran. 


Beberapa daerah diluar Jawa mengembangkan batik dengan mengandalakan motif-motif daerah yang khas. Dikalimantan tengah menggunakan motif-motif Dayak. Di Riau, Jambi, Bengkulu dan Kalimantan Barat memanfaatkan motif-motif Melayu dan pengaruh Islam dan motif-motif tenun adat yang ada, sedangkan untuk batik didaerah Papua banyak memanfaatkan motif-motif yang digunakan pada ukir kayu dan tenun.


Batik sejak lahirnya disamping mempunyai nilai keindahan yang cukup tinggi juga mengandung makna filosofi yang cukup dalam. Setiap daerah pembatikan mempunyai keunikan dan cirri khas masing-masing, baik ragam hias (motif) maupun tata warnanya. Namun sering juga dapat dilihat adanya bebrapa persamaan antara daerah yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan disebabkan karena latar belakang budaya, lingkungan dan letak geografisnya. Persamaan terjadi karena adanya hubungan dagang, pemertintahan, adat-budaya dan agama.

Menurut Konsensus National pada tanggal 12 Maret 1966, Batik adalah “karya seni rupa pada kain, dengan pewarnaan rintang, yang menggunakan lilin batik sebagai perintang batik “. Menurut konsenssus tersebut dapat diartikan bahwa yang membedakan batik dengan tekstil bermotif pada umumnya adalah proses pembuatannya. Proses pewarnaan batik adalah upaya menampilkan motif pada suatu back-ground (latar belakang/ ”latar” ) dengan sistim rintang atau tidak langsung. Lilin penutup yang digunakan pada proses batik dimaksudkan untuk menutup bagian-bagian yang dikehendaki tidak terkena warna pada proses pewarnaan berikutnya. Sedangkan motif dan isian-isian batik yang digambarkan dapat merupa apapun. Demikian pula penyusunan (pola) motifnya dapat diatur secara bebabas, dapat secara vertical, horizontal, diagonal, radial ataupun menyebar diseluruh permukaan.


Yang perlu diperhatikan pada konsensus nasional tersebut adalah bahwa batik merupakan  sebuah karya seni rupa yang pewarnaan mengguakan zat perintang (resist agent) yaitu lilin batik. Berarti nilai batik juga ditentukan oleh kadar seninya (estetikanya) dan proses pembuatannya..


2.   Tekstur
Batik yang masih berupa kain lembaran dapat dimasukkan kedalam katagori seni rupa dua dimensional. Unsur pokok seni rupa dua demensioanal ini adalah garis, warna, bidang (space), dan teksture. Unsur-unsur seni yang membentu batik harus disusun secara harmonis, agar dapat menghasilkan karya yang baik atau indah, yang tentunya juga berdasarkan kepada selera konsumen.


Arti tekstur yang sebenarnya adalah nila raba suatu permukaan, misalnya halus, kasar, licin, dsbnya. Dalam seni rupa dua dimensional tekstur ini dapat juga bersifat semu. Halus, kasar, licin dapat dibuat dengan adnya bidang kosong, bayangan, isen-isen (isi) dsbnya. Pada teknik batik batik tekstur semu dapat dihasilkan dengan beberapa cara, misalnya pemberian bermacam-macam titik (cecek), bermacam-macam isian, remukan lilin, goresan paku (sosrok) pada lilin sebelum proses pencelupan (pewarnaan), dll-nya. Efek tekstur semu pada teknik batik ini memberikan sifat penglihatan atau penampilan yang khas sukar dicapai dengan teknik lain.


3. Motif
Nama sehelai batik pada umumnya diambil dari motifnya. Motif merupakan keutuhan dari subyek gambar yang menghiasi kain batik tersebut. Biasanya motif  batik ini diulang-ulang untuk memenuhi seluruh bidang kain. Kenneth F. Bates mengungkapkan bahwa yang membentuk motif secara fisik adalah unsure spot ( berupa goresan, warna dan tekstur), line (garis) dan mass (masssa/berupa gambar) dalam sebuah kesatuan. Kemudian motif tersebut diduplikasikan atau diberi variasi dengan perulangan untuk membentuk pola atau field.


Dalam seni batik tradisional terutama di Jawa dikenal beberapa pola untuk menyusun motif batik, antara lain:
a. Membentuk garis miring atau diagonal, misalnya bermacam-macam motif parang
b. Membentuk kelompok-kelompok, misalnya motif-motif ceplok
c. Membentuk garis tepi (motif pinggiran)
d. Membentuk tumpal atau karangan bunga, misalnya batik Buketan


Pada batik modern dan batik-batik diluar Jawa pola batik lebih bervariasi (bebas), penyusunan motif sering dilakukan secara simetris maupun semitris atau dengan memadukan beberapa pola tradisonal. Motif dapat berupa gambar nyata (fihguratif), semifiguratif, atau nonfiguratif.

a. Motif figuratif
Motif figurative lebih menekankan penggambaran ujud benda aslinya misalnya bunga, buah dsbnya. Penyusunan motif ini pada umumnya juga masih mempertimbangkan ruang atau jauh-dekat, warna yang mirip aslinya dsbnya. Motif ini banyak terdapat pada batik modern dan batik-batik di luar Jawa, misalnya batik Jambi


b. Motif Semifiguratif
Pada gambar motif figurative masih dapat terlihat bentuk-bentuk yang digambarkan. Disini dilakukan stilisasi dan deformasi. Walaupun matif batik disini masih dimaksudkan untuk menggambarkan sesuatu dan mengandung arti filosifi tertentu, penyusunannya dapat secara bebas. Ukuran besar-kecilnya objek, proporsi, perspektif tidak lagi perlu diperhatikan. Pewarnaannya juga memungkinkan lebih bebas, pada hakekatnya penyusunan motif disini bersifat dekoratif.


Pengembangan motif semifiguratif dapat secara geometris maupun nongeometris. Penggambaran secara geometris berarti menggunakan bentuk-bentuk ilmu ukur, misalnya segi-tiga, segi-empat, linkaran, dsbnya, sedangkan penggambaran secara nongeometris masih mengikuti garis-garis objek gambarannya


c. Motif nonfiguratif
Motif figurative disebut juga abstrak. Ada kalanya motif abstrak ini mempunyai juga bentuk yang diabstrakan, tetapi sudah tidak dapat dikenali lagi cirri-cirinya. Disini apapun benda yang digambarkan tidak lagi dipersoalkan. Yang lebih ditekankan adalah keindahan motif itu sendiri. Motif disini dapat berupa garis, massa, spot, isian-isian batik, bidang atau warna yang serasi antara bagian dan keseluruhan maupun bagian dengan bgian lainnya.


4. Warna
Secara sederhana dapat diterangkan, bahwa benda berwarna itu dapat kita lihat dengan mata kita karena adanya hubungan 3 macam hal, yaitu :
a. Adanya sinar yang menerangi dan menampakkan benda-benda.
b. Keadaan dan sifat benda-bejnda itu sendiri
c. Alat penangkap, yaitu mata kita


Sinar matahari segabai sumber sinar atau cahaya yang paling utama, mengandung visible-spectrum, terdiri dari merah, orange, kuning, hijau, biru dan violet.


Cahaya yang mengenai benda mengalami 3 macam peristiwa sesuai dengan sifat benda itu, memantulkan, menyerap dan memancarkan.


Untuk membedakan dn menyatakan warna-warna kita pergunakan istilah-istilah yang berkenan dengan aspek warna tersebut :
a. Rona (hue), misalnya  warna merah, kuning, biru, orange. Violet dsb
b. Cera rona (Value), ialah terang-gelapnya warna, seperti merah-muda, merah tua
c. Jenuh rona (chroma), ialah kemurnian warna, , makin murni makin jenuh


Didalam ilmu tata-susunan warna, para ahli menyusun berbagai sistimatik warna, dan terdapat berbagai metode sistimatik warna. Salah satu diantaranya menyatakan bahwa warna dibedakan atas  warna primer, sekunder, dan tersier.
Warna primer : Merah, kuning, biru
Warna skunder : Orange, hijau, Violet
Warna tersier : Campuran dari warna sekunder


Hasil penyelidikan para ahli tentang pengaruh warna pada manusia, antara lain :
a. Reaksi manusia terhadap warna ada dua macam :
i. Terhadap warna-warna merah, orange dan kuning, timbul rangsangan agresif dan tidak tenang
ii. Terahap warna-warna violet, biru dan hijau, merangsang dingin dan tenang
b. Warna merah pupoler dikalangan wanita, sedang warna biru populer dikalangan pria.
c. Wanita mempunyai perasaaan lebih baik terhadap warna dari pada pria
d. Untuk bidang yang luas pada umumnya dipakai warna tua atau warna muda
e. Kombinasi warna yang sering dipakai urutannya sebagai berikut :
i. Kontras dan kontemporer
ii. Harmonis atau  analogy
iii. Satu warna (monochromatic)


Mengenai masalah perpaduan warna atau kombinasi warna, hasil penyelidikan para ahli antara lain sbb:
a. Warna putih diatas warna hitam, tampak warna putih lebih mengembang, sedang warna hitam diatas putih, warna hitam tampak mengecil.
b. Warna muda dan warna tua diatas dasar suatu warna tua, maka warna muda tampak lebih besar dari pada warna tua. Misalnya merah muda dan merah tua diatas dasar hitam, maka warna merah muda tampak lebih besar dari pada warna merah tua
c. Suatu warna kelihatan lebih muda diatas dasar warna yang gelap dari pada diatas dasar yang terang
d. Warna yang berdekatan dalam deretan warna, kalau didekatkan sata sama lain, masing-masing akan tampak mengandung warna komplemen dari masing-masing warna
e. Warna muda diatas dasar warna tua dengan rona yang sama, kelihatan warna muda menjadi kurang jenuh dari pada dengan rona tidak sama.
Misalnya : merah muda diatas merah tua, merah muda diatas biru, maka merah muda diatas merah tua tampak lebih muda.
f. Suatu warna diatas dasar warna komplemennya, kelihatan lebih jenuh, misalnya merah diatas hijau,maka warna merah tampak lebih jenuh
g. Kontras yang kuat mengurangi jenuh rona (kemurnian warna), warna gelap diatas hitam, warna gelap diatas putih. Warna gelap diatas hitam tampak lebih murni dari pada diatas dasar putih.